Politik Menurut Perspektif Agama Hindu
Apakah Politik itu ?
Di sela-sela kesibukan rutinitas mencuci mobil dinas [kebetulan saya juga ikut melakukannya karena hobi], Nengah Caplang [sopir cadangan] pernah bertanya mengenai politik dan kepemimpina Hindu, saya kemudian teringat dengan guyonan Anand Krisnha yang dimuat dalam salah satu bukunya. Guyonan politik sebagai pengantar untuk menjelaskan tema politik Hindu yang serius, saya gunakan pintu masuk dalam suasana riang pagi itu. Dialog jenaka mengenai politik dimaksud sebagai berikut.
“Di petang hari, seorang anak berusia sekitar tujuh tahun bertanya kepada ayahnya tentang politik. “Ayah apakah politik itu ? pertanyaan ini muncul dari wacana yang ia sering dengar di Televisi. Banyak siaran yang memberitakan tentang kehidupan politik di negeri ini. Ayahnya mencoba menjelaskan dengan takaran pengetahuan seukuran anak tujuh tahunan. Politik adalah pembagian kekuasaan. Pembagian kekuasaan, tanya anak itu semakin tidak mengerti, sambil bergumam “kekuasaan” lalu dia bertanya lagi apa itu kekuasaan ayah ?
Ayahnyapun mencoba menjelaskan kembali bahwa kekuasaan itu adalah wewenang yang diberikan kepada seseorang yang menduduki suatu jabatan tertentu. Selanjutnya, ayah anak itu menjelaskan teori Tria Politika karya Montesque. Anakku, kekuasaan itu dipisahkan menjadi tiga, yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Legislatif adalah kekuasaan membuat Peraturan perundang-undangan, ekskutif adalah kekuasaan yang diberi wewenang melaksanakan peraturan dan kebijakan, dan kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan peradilan. Penjelasan itu semakin membuat anak usia 7 tahunan itu semakin tidak mengerti serta semakin penasaran.
Melihat anaknya demikian, sang ayah kemudian mencoba memberi penjelasan dengan ilustrasi sebagai berikut. “anakku, apa yang ayah jelaskan tadi kalau dianalogikan dengan keluarga kita, Ayah adalah ‘pemimpin’ kekuasaan yang bertugas mengatur kehidupan dalam keluarga kita, ibu adalah ‘wakil rakyat’ yang bertugas menyerap aspirasi rakyat atau seluruh anggota keluarga kita dan meneruskannya kepada pimpinan pemerintahan, yaitu ayah. Penjelasan itu membuat sang anak rada mengerti, dan melanjutkannya dengan pertanyaan: lalu asisten rumah tangga [dulu istilahmya pembantu] kita mbak..he itu siapa dan adikku yang baru berusia 3 tahun itu siapa ayah ? Sang ayah semakin berusaha untuk memberikan penjelasan yang rasional dan mudah ditangkap anak seusia itu. Mbak he yang sehari-hari membantu pekerjaan di rumah kita adalah ‘kaum pekerja’. Sedangkan adikmu, dapat diilustrasikan sebagai ‘masa depan kita’.
Penjelasan yang tadinya diharapkan dapat memberikan pencerahan kepada sang anak, ternyata telah memberi timbunan istilah baru dan sambil mencoba memengerti sang anak terus termenung dan dalam pikirannya berkecamuk istilah baru dan ruwet ‘Pimpinan Pemerintahan’, ‘wakil rakyat’, ‘kaum pekerja’ dan ‘masa depan kita’.Melihat anaknya seperti kebingungan, sang ayah berkata, “Anakku sudahlah kamu makan dulu dan segera istirahat, bukankah besok pagi kamu akan sekolah, soal politik kita diskusikan lagi besok pagi sambil sarapan”.
Setelah usai makan dan sang anak masuk ke kamar tidurnya, bukannya tidur, melainkan pikirannya menerawang jauh pada istilah-istilah politik yang dijelaskan ayahnya, kekuasaan, legislatif, ekskutif, yidikatif, pimpinan kekuasaan, wakil rakyat, kaum pekerja dan masa depan bangsa. Saking lelahnya berfikir mengenai begitu banyak istilah, akhirnya sang anak tertidur lelap. Namun tengah malam ia terjaga, setelah mendengar suara tangisan anak kecil..semakin lama semakin keras. Ia kemudian bangun dan menuju tempat asal suara tangisan itu, tempat adiknya tidur. Ia melihat adiknya ngompol dan pup... sementara ibunya tertidur sangat pulas. Ia berpikir, ibu sangat lelah karena seharian bekerja, tidak saja di kantor tetapi juga di rumah. Si anak kemudian lari ke kamar ayahnya...ternyata ayahnya tidak ada. Iapun kemudian lari ke kamar asisten rumah tangga. Sesampai di depan kamar mbak he, si anak mendengar suara seperti....., lalu ia mencoba mengintip apa yang terjadi. Ternyata ayahnya ada di kamar asisten rumah tangga sedang bermain-main, pikirannya dan berpelukan. Karena ketakutan akhirnya ia lari kembali ke kamar tidur dengan pikiran yang penuh dengan pertanyaan dan argumentasi, dan berpikir mengenai politik hingga ia tertidur.
Esok paginya, sewaktu sarapan, ayahnya bertanya bagaimana dengan tidurmu, nyenyak, dan bagaimana tenang diskusi kita kemaren malam. Apakah sekarang kamu sudah mempunyai pengetahuan mengenai politik anakku ? si Anak dengan spontan menjawab “sudah ayah”, politik adalah “Suatu keadaan di mana pimpinan kekuasaan meremas, memeras dan menunggangi kaum pekerja, sementara wakil rakyat tertidur pulas, dan karena itu masa depan penuh kotoran”.
Apa yang diilustrasikan di atas melalui dialog jenaka itu sesungguhnya sebuah pintu masuk untuk membicarakan apa yang disebut politik dalam perspektif Hindu. Ketika dialog itu mendiskusikan tentang pembagian kekuasaan atas tiga, yaitu legislatif, ekskutif, dan yudikatif [tria politika], maka dalam Hindu juga dibicarakan mengenai hal yang sama. Di dalam Hindu dikenal istilah Tri Murti-Tuhan dalam manisfetasinya sebagai Pencipta disebut Brahma, Tuhan dalam manifestasi sebagai Pemelihara disebut Wisnu, dan Tuhan sebagai Pelebur disebut Siwa.
Dalam menjalankan fungsi Penciptaan, Dewa Brahma didampingi oleh saktinya Saraswati. Itulah sebabnya [tafsir simbolik saya saat diskusi sehari-hari dengan Ida Bagus Wesnawa, BA tatkala mendampingi beliau sebagai Ketua DPRD Bali], seseorang yang diberi tugas mencipta [perundangan-undangan, peraturan daerah, dan sejenisnya-Legislator] seharusnya memiliki kemampuan atau kompetensi yang memadai, baik karena proses education dan atau learning. Saya yakin, modal pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman menjadi penting kalau mau mau menjalankan kemampuan menciptakan hal-hal baik untuk kepentingan kesejahteraan bersama yang dalam ajaran arthasatra sebagai kebijaksanaan duniawi (worldly wisdom). Itulah alasannya [kembali menurut tafsir saya], Dewa Brahma disandingkan dengan Dewi Saraswati-Dewi pencipta dan penguasa pengetahuan..bukan Dewi-Dewi lainnya. Maknanya, Pencipta seyogyanya berpengetahuan.
Dalam konteks orang berpengetahuan dan orang bodoh, Hindu memiliki etika social sebagai berikut.
“Orang berpengetahuan dapat diajari dengan mudah, orang terpelajar paham dengan sedikit diberi petunjuk, sedangkan orang yang memiliki sedikit ilmu pengetahuan merasa dirinya paling pandai, sehingga Dewa Brahma pun tidak dapat mengajarinya”. Lebih lanjut disebutkan “adalah masih mungkin mengambil permata dari pangkal gigi buaya, begitupun masih mungkin berenang menyebrangi lautan yang ombaknya ganas, masih mungkin mengalungi seekor ular yang marah, akan tetapi sungguh sulit mengubah orang bodoh yang memiliki kebiasaan buruk untuk menjadi baik” (Nitisataka, 2003: 1-3).
Dalam kepemimpinan Hindu ditegaskan pentingnya seorang pemimpin memiliki pengetahuan filsafat (anviksiki), pengetahuan veda (trayi), ekonomi (varta), dan politik (dandaniti). Pengetahuan filsafat dan veda membantu menajamkan dan menyehatkan pikiran pemimpin, sehingga mampu membuat kebijakan dan peraturan yang menyenangkan hati rakyat. Sedangkan pengetahuan ekonomi (varta), dan politik (dandaniti) akan memberikan landasan kesejahteraan dan berbagai metode yang relevan untuk mencapai kesejahteraan itu. Hanya dengan mengkombinasikan pengetahuan-pengetahuan tadi, seorang pemimpin akan mampu melaksanakan kepemimpinan mereka dengan penuh kebijaksanaan. Dengan kata lain, seorang pemimpin Hindu harus belajar arthasastra, nitisastra, dan dandaniti.
Bagaimana dengan kedudukan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Pemelihara ? Salah satu sifat yang harus ditunjukkan adalah dhana. Menurut Kautilya, seorang pemimpin ekskutif harus mampu memandang bahwa jabatan yang diduduki itu bersifat manusiawi dan bukan sebagai lembaga yang bersifat ilahi. Jika jabatan itu dianggap sebagai lembaga ilahi, makasiapapun tidak boleh melakukan kritik, koreksi, dan sejenisnya terhadap lembaga dan pemimpinnya. Akibatnya, pemimpin cendrung akan berlaku absolut, otoriter, dan berlindung di balik sesuatu yang suprame.
Seseorang yang diberi tugas menjalankan fungsi memelihara, seyogyanya berkeadilan, dharmapravartaka. Sesungguhnya menjadi tanggungjawab pemimpin untuk mempertahankan dharma dan melindungi rakyat dengan keadilan, sebab penerapannya akan mengantarkannya ke surga (Svadharmas svargayapraja dharmenaraksitah). Kepemimpinan Hindu yang baik adalah kepemimpinan yang mampu mengoperasionalkan prinsip-prinsip kehalusan budi dalam mengendalikan pengikutnya. Seorang pemimpin Hindu harus tetap menjujung tinggi konsepsi trivarga, yaitu dharma, arta, dan kama.
Kautilya juga menekankan bahwa seorang pemimpin hendaknya mencari kebahagiaan dan kemakmuran di dalam kebahagiaan dan kemakmuran rakyatnya. Maksudnya, seorang pemimpin hendaknya melakukan kebijakan bukan pada hal yang ia senangi, melain kanpada hal-hal yang disenangi rakyat. Kualitas kepemimpinan seorang pemimpin Hindu akan dievaluasi melalui seberapa besar komitmen kebijakannya berpihak pada kebutuhan rakyat, bukan kebutuhan dirinya ataupun atasan.
Bagaimana ia bisa melaksanakan fungsi memelihara [jalan, lampu penerangan, sekolah, rumah sakit dan sebagainya] dengan optimal, jika ia tidak memiliki dhana? Kalau mau menjalankan fungsi pemelihara dengan baik, harus diusahakan kemampuan artha dan khama dengan sebaik-baiknya. Itu sebabnya, pemimpin harus dhana dan untuk bisa berdhana untuk kesejahteraan bersama harus didampingi dengan Dewi Sri-Dewi Penguasa kemakmuran dan kesejahteraan.
Tuhan dalam manifestasinya sebagai Pelebur disebut Siwa dengan saktinya Durga. Siwa adalah Tuhan yang maha adil dan tegas serta melaksanakan segala hal dengan konsisten. Ia melaksanakan hukum-hukum svadharma dan meletakkan tekanan keras pada pengendalian indranya (undriyajaya). Agar mampu melaksanakan fungsi berkeadilan dan tegas, pemimpin bidang ini harus berjuang mengalah kanenam musuh, yaitu: loba, sombong, pemarah, pemabuk, dankurang ajar. Di samping itu pemimpin juga harus mampu menghindari empat godaan, yaitu berburu, berjudi, minum minuman keras , dan wanita.
Demikianlah beberapa catatan kecil tentang politik dalam perspektif Hindu, semoga bermanfaat dan tercerahkan. Svaha`