Karma Phala, Sebuah Renungan
![]() |
Foto Karya: Ida Bagus Santi |
Oleh:
Ida Bagus Gde Yudha Triguna,
Universitas Hindu Indonesia,
(Dibawakan di Jakarta, 12 April 2014).
Hadirin dan umat sedharma yang saya muliakan. Hari ini kita kembali bertemu dalam suasan yang bahagia dan penuh dengan kasih sayang. Bahwa hari ini kita ketemu bukan karena kebetulan, tetapi karema jalan karma yang kita tanam. Oleh karena itu, marilah kita senantiasa berdoa kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa sembari memohon agar semua makhluk berbahagia karena kita semua menanam karma kebaikan.
Hadirin yang berbahagia,
Saya akan memulai dharma wacana ini dengan menceritakan biografi singkat seseorang dari seberang sana sebagai berikut. Suatu hari, seorang Petani Skotlandia mendengar jeritan minta tolong yang datang dari semak belukar di dekat rumahnya. Segera dia berlari ke arah suara itu dan menemukan seorang anak laki-laki sedang berjuang keras keluar dari lumpur hidup yang hampir menenggelamkan seluruh tubuhnya. Dengan sigap Petani itu menolong anak tersebut keluar dari lumpur hidup yang mengerikan itu.
Keesokan harinya, ayah anak itu berkunjung ke rumah si Petani dan menawarkan sejumlah hadiah sebagai tanda jasa telah menolong anaknya. Dengan halus dan sopan Petani itu menolak tawaran saudagar kaya raya tersebut. “Terima kasih atas tawaran Tuan kepada kami, namun dengan amat menyesal kami tidak dapat menerimanya. Apa yang kami lakukan semata-sama karena harus kami lakukan terhadap setiap orang yang memerlukan bantuan. Kami tidak pernah berhitung seberapa resiko yang kami hadapi ketika membantu seseorang. Oleh karena tidak berhitung, maka kami tidak pernah berharap apa-apa atas apa yang sudah kami lakukan. Sekali lagi, terima kasih Tuan dan mohon maaf. Sementara Petani dan Saudagar berbicang-bicang, saudagar kaya itu melihat seorang anak laki-laki sedang berdiri di dekat pintu. Saudagar kaya itu bertanya siapakah gerangan anak itu ? Itu anak kami Tuan, jawab si Petani. Oh, kalau begitu apakah saya bisa membantu untuk menyekolahkannya ? Petani kemudian diam sejenak, kemudian berkata: “terima kasih Tuan, kalau Tuan mau membantu menyekolahkannya, kami tidak bisa menolaknya. Kami memang bercita-cita menyekolahkan dia, agar kami bisa memberikan ‘kekayaan tertinggi’ padanya [vidya dhanam sarvadhana pradhanam]. Kami yakin bahwa Laksmi adalah produk Saraswati. Akhirnya, si Petani memasukkan anaknya di sekolah Kedokteran St. Mary London dengan bantuan saudagar kaya itu.
Saya akan memulai dharma wacana ini dengan menceritakan biografi singkat seseorang dari seberang sana sebagai berikut. Suatu hari, seorang Petani Skotlandia mendengar jeritan minta tolong yang datang dari semak belukar di dekat rumahnya. Segera dia berlari ke arah suara itu dan menemukan seorang anak laki-laki sedang berjuang keras keluar dari lumpur hidup yang hampir menenggelamkan seluruh tubuhnya. Dengan sigap Petani itu menolong anak tersebut keluar dari lumpur hidup yang mengerikan itu.
Keesokan harinya, ayah anak itu berkunjung ke rumah si Petani dan menawarkan sejumlah hadiah sebagai tanda jasa telah menolong anaknya. Dengan halus dan sopan Petani itu menolak tawaran saudagar kaya raya tersebut. “Terima kasih atas tawaran Tuan kepada kami, namun dengan amat menyesal kami tidak dapat menerimanya. Apa yang kami lakukan semata-sama karena harus kami lakukan terhadap setiap orang yang memerlukan bantuan. Kami tidak pernah berhitung seberapa resiko yang kami hadapi ketika membantu seseorang. Oleh karena tidak berhitung, maka kami tidak pernah berharap apa-apa atas apa yang sudah kami lakukan. Sekali lagi, terima kasih Tuan dan mohon maaf. Sementara Petani dan Saudagar berbicang-bicang, saudagar kaya itu melihat seorang anak laki-laki sedang berdiri di dekat pintu. Saudagar kaya itu bertanya siapakah gerangan anak itu ? Itu anak kami Tuan, jawab si Petani. Oh, kalau begitu apakah saya bisa membantu untuk menyekolahkannya ? Petani kemudian diam sejenak, kemudian berkata: “terima kasih Tuan, kalau Tuan mau membantu menyekolahkannya, kami tidak bisa menolaknya. Kami memang bercita-cita menyekolahkan dia, agar kami bisa memberikan ‘kekayaan tertinggi’ padanya [vidya dhanam sarvadhana pradhanam]. Kami yakin bahwa Laksmi adalah produk Saraswati. Akhirnya, si Petani memasukkan anaknya di sekolah Kedokteran St. Mary London dengan bantuan saudagar kaya itu.
Hadirin yang saya banggakan,
Beberapa tahun kemudian, anak saudagar kaya itu mengalami sakit dan dalam keadaan kritis karena diserang radang paru-paru [Pneumonia]. Tapi beruntung nyawa anak saudagar kaya itu selamat berkat obat penicilin, obat yang diciptakan oleh seorang dokter alumni sekolah kedokteran St. Mary London yang tidak lain adalah anak Petani itu bernama Alexander Flemming, seorang yang telah berhasil menemukan antibiotika penicillin. Siapakah nama anak saudagar kaya itu ? Ia bernama Winston Churchill, yang kemudian menjadi orang yang sangat terkenal di Inggris karena kedudukannya sebagai Perdana Menteri Inggris. Antibiotika penisillinpun menjadi semakin terkenal karena telah menyelamatkan seorang tokoh besar dengan pengaruhnya yang besar.
Hadirin yang saya banggakan,
Tidak ada yang kebetulan dalam siklus hidup [utpeti, stiti, dan pralina]. Ida Sang Hang Widhi Wasa-Tuhan yang kuasa telah mengatur dan menuntun langkah kita, karena Tuhan punya rencana besar dalam hidup kita. Petani itu menabur kebaikan dan saudagar itu menanam karma yang baik dengan melakukan punia dari sebagian penghasilannya. Di kemudian hari keduanya menuai pahala dari apa yang ia tabur. Bukan hanya untuk karmanya sendiri, melainkan dinikmati oleh anak-anak mereka dan orang lain.
Hadirin yang sangat saya banggakan,
Kisah nyata tadi dapat juga disimak dari kisah Vasudewa Krisna [diambil dari ringkasan Budi Sepang] sebagai berikut. “Sebagai pemilik sang waktu, Vasudewa Krisna mengetahui dengan pasti apa yang akan dialami Drupadi di masa yang akan datang. Suatu hari Vasudewa Krisna menunjukkan tangannya yang terluka kepada Drupadi. Apa reaksi Drupati melihat tangan Vasudewa Krisna terluka dan mengeluarkan darah ? Didorong rasa kasih dan hormat tiada tara, Drupadi menyobek kain sarinya sendiri untuk membalut luka itu. Drupadi bahkan menangis seperti seorang ibu menangisi anaknya yang terluka. Dipandanginya Vasudewa Krisna dengan penuh kasih sayang layaknya seorang ibu kepada anaknya yang sedang mengalami rasa sakit dan penderitaan.
Bertahun-tahun kemudian, Drupadi mengalami pristiwa paling memalukan dalam sejarah bangsa Bharata. Di Balairung terhormat istana Hastinapura, Dursasana mencoba menelanjangi, menarik kain sari yang menutupi tubuhnya. Sementara suami-suaminya sudah kehilangan kemerdekaan mereka sehingga tidak lagi memiliki hak untuk bicara apalagi membela Drupadi.
Dursasanapun dengan bebas dan beringas menarik kain sari yang menutup tubuh Drupadi, di tengah riuh gelak tawa 100 Kurawa. Tetapi, sungguh ajaib, kain yang melilit tubuh Drupadi itu tidak pernah habis, seakan tidak berujung. Ditarik satu meter, dua meter, sepuluh meter, bahkan seratus meterpun, tetap saja tubuh Drupadi masih tertutup kain sari, sehingga kainpun menggunung dan Dursasana terduduk lemas. Sementara Drupadi dengan mata terpejam dan tangan di tercakup di dada, masih dalam keadaan berbusana sempurna.
Dari kejauhan, dari jarak beribu-ribu kilometer, Vasudewa Krisna mengangkat jari telunjuknya yang dahulu terluka, yang dibalut dengan penuh kasih oleh Drupadi. Ternyata Krisna-lah yang mengirim kain sari secara gaib untuk melindungi kehormatan Drupadi. Vasudewa Krisna membayar benih karma yang dahulu ditanam Drupadi. Pada masa sebelumnya, Krisna telah memberikan kesempatan kepada Drupadi untuk menanam karma, agar pada saatnya akan dipetik sebagai pahala. Sebaliknya, Drupadipun memberi memberi kesempatan kepada Krisna agar bisa berbuat dan membalas perbuatan baiknya dengan perbuatan yang sepadan.
Hadirin Sedharma yang saya muliakan,
Apa yang dapat kita petik dari dua kisah di atas ? Dalam hidup kita seringkali bertemu dengan ketidaksempurnaan. Teman yang butuh pertolongan, keadaan lingkungan keluarga, kerja, dan masyarakat yang membutuhkan masukan dan arahan. Demikian pula, acapkali kita bertemu dengan orang-orang yang mengalami kesulitan, “terluka” sehingga butuh bantuan. Mengapa kita harus bertemu mereka ? Oleh karena Tuhan menyiapkan kita ladang karma untuk ditanami, seperti halnya Petani dan Krisna dalam dua kisah di atas. Petani itu, telah tergerak secara spontan membantu anak saudagar kaya dari sedotan lumpur hidup. Krisna memberi ladang kepada Drupadi untuk ditanami dengan karma baik penuh kasih.
Umat Sedharma, hidup ini tidak lain dan tidak bukan adalah sebuah ladang karma. Mari menanam karma, setiap saat kepada semua orang, bukan hanya kepada mereka yang pernah membantu, sedang memberi fasilitas, dan memberi harapan akan hidup yang lebih menyenangkan, melainkan karena kita harus saling membantu, sebagai kewajiban dan tindakan dharma. Ketidaksempurnaan yang kita temukan, orang-orang yang butuh bantuan, orang-orang yang bicara dan perilakunya tidak baik juga ladang karma bagi kita. Mulailah dari sekarang menjadi Petani yang dengan spontan dan iklas melakukan kebaikan kemanusiaan. Menjadilah seperti Drupadi yang dengan penuh kasih dan ketulusan hati “menyobek kain sari dari pakaian sendiri” untuk “membalut mereka yang luka”.
Umat Sedharma, hidup ini tidak lain dan tidak bukan adalah sebuah ladang karma. Mari menanam karma, setiap saat kepada semua orang, bukan hanya kepada mereka yang pernah membantu, sedang memberi fasilitas, dan memberi harapan akan hidup yang lebih menyenangkan, melainkan karena kita harus saling membantu, sebagai kewajiban dan tindakan dharma. Ketidaksempurnaan yang kita temukan, orang-orang yang butuh bantuan, orang-orang yang bicara dan perilakunya tidak baik juga ladang karma bagi kita. Mulailah dari sekarang menjadi Petani yang dengan spontan dan iklas melakukan kebaikan kemanusiaan. Menjadilah seperti Drupadi yang dengan penuh kasih dan ketulusan hati “menyobek kain sari dari pakaian sendiri” untuk “membalut mereka yang luka”.
Hadirin yang berbahagia,
Dua kisah di atas, telah memberikan makna penting bagi manusia untuk hidup lebih baik dari masa ke masa. Manusia dengan kemanusiaan yang dimilikinya, hendaknya senantiasa berbagi kegembiraan, pengalaman, dan kebahagiaan. “menyobek pakaian sari dari pakaian sendiri” memang kadangkala berat, terlebih kalau tidak punya niat dan dilatih sejak dini. Memberi hadiah kepada istri, memberi kepada orang tua yang sudah tidak produktif, dan memberi saudara yang patut dibantu, hendaknya dianggap bukan semata-mata karena kewajiban, melainkan karena di sekitar kita terdapat ladang-ldang karma yang diberikan kepada kita untuk ditanami. Dalam Saracamuccaya sloka 228 disebutkan “menolong keluarga saat susah adalah tindakan seorang putra” [Durbalartham balam yasya tyagartham ca parigrahah, pakaccaiwapacitartham pitarastena putrinah]. Menanami ladang karma sepatutnya dimulai dari dalam lingkungan keluarga, mulai kepada orang tua kita karena orang tua menjadikan badan wadah [carirakrit], pemberi hidup [prana data], dan pemberi makan, minum, serta memelihara [ama data], mulai kepada istri dan anak-anak kita sendiri adalah tindakan “membalut mereka yang luka”. Mari memulainya dari sekarang: menyempurnakan karma kita dengan menyempurnakan makhluk lain.
Demikianlah beberapa hal yang dapat saya sampaikan kepada para hadirin, disertai permohonan maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang ada. Terima kasih. Om Shanti, Shanti, Shanti, Om.
Dua kisah di atas, telah memberikan makna penting bagi manusia untuk hidup lebih baik dari masa ke masa. Manusia dengan kemanusiaan yang dimilikinya, hendaknya senantiasa berbagi kegembiraan, pengalaman, dan kebahagiaan. “menyobek pakaian sari dari pakaian sendiri” memang kadangkala berat, terlebih kalau tidak punya niat dan dilatih sejak dini. Memberi hadiah kepada istri, memberi kepada orang tua yang sudah tidak produktif, dan memberi saudara yang patut dibantu, hendaknya dianggap bukan semata-mata karena kewajiban, melainkan karena di sekitar kita terdapat ladang-ldang karma yang diberikan kepada kita untuk ditanami. Dalam Saracamuccaya sloka 228 disebutkan “menolong keluarga saat susah adalah tindakan seorang putra” [Durbalartham balam yasya tyagartham ca parigrahah, pakaccaiwapacitartham pitarastena putrinah]. Menanami ladang karma sepatutnya dimulai dari dalam lingkungan keluarga, mulai kepada orang tua kita karena orang tua menjadikan badan wadah [carirakrit], pemberi hidup [prana data], dan pemberi makan, minum, serta memelihara [ama data], mulai kepada istri dan anak-anak kita sendiri adalah tindakan “membalut mereka yang luka”. Mari memulainya dari sekarang: menyempurnakan karma kita dengan menyempurnakan makhluk lain.
Demikianlah beberapa hal yang dapat saya sampaikan kepada para hadirin, disertai permohonan maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang ada. Terima kasih. Om Shanti, Shanti, Shanti, Om.