Skip to main content

Keluarga Bahagia dan Sejahtera Dalam Perspektif Hindu

Foto: Koleksi Pribadi
Oleh:
Ida Bagus Gde Yudha Triguna,
Universitas Hindu Indonesia,
(Denpasar,  Februari 2000).

I. Pendahuluan.

Dalam berbagai wacana pembangunan, acapkali wacana mengenai keluarga bahagia dan sejahtera dimunculkan. Kata bahagia selalu dikaitkan dengan aspek psikologis dan ukuran-ukuran perasaan yang paling dalam, sementara kata sejahtera dikaitkan dengan ukuran pemenuhan kebutuhan hidup, seperti sandang, pangan, dan papan atau materi. Kata bahagia dan sejahtera selalu dikaitkan dalam satu pengertian tunggal, yang menggambarkan adanya situasi seimbang antara suasana batin dan suasana lahir. Pendek kata, sebuah keluarga tidak pernah disebut bahagia jika hanya berkecukupan harta, tetapi tidak menikmati suasana batin yang baik. 

Keluarga bahagia dan sejahtera kemudian menjadi tujuan sekaligus harapan ideal sebuah keluarga Indonesia. Keluarga sejahtera diidentikkan dengan keluarga yang cukup sandang, pangan, dan papan. Keadaan cukup tentu bersifat relatif, tetapi di dalamnya terkandung makna mampu memenuhi kebutuhan minimal, sehingga keadaan seperti itu mampu menciptakan suasana kebatinan tenang dalam keluarga tersebut.

II. Peran Istri Mewujudkan Keluarga Bahagia dan Sejahtera.

Untuk mewujudkan keluarga bahagia dan sejahtera tentu  tidak bisa hanya dibebankan kepada istri atau suami saja, melainkan harus diupayakan bersama-sama. Seorang suami dituntut tanggungjawab sementara seorang istri dituntut kesetiaan. Dalam susastra Hindu disebutkan “jangan sekali-kali engkau menyebut dirimu Bapak, manakala engkau tidak pernah bertanggungjawab terhadap keluargamu. Demikian pula halnya dengan perempuan, “jangan sekali-kali engkau menyebut dirimu Ibu, jika engkau tidak mampu memelihara kesetiaanmu pada suami dan anak-anakmu”. Jadi, antara suami dan istri secara sepintas diberikan penegasan akan kewajiban yang berbeda, namun pada hakikatnya kedua kebajiban itu diaharapkan saling bersinergi sehingga mampu menopang terciptanya keluarga bahagia dan sejahtera atau kuluarga sukinah.

Hubungan antara suami dan istri secara seimbang telah dinyatakan secara simbolis dalam konsep Ardanariswari, yaitu simbol Tuhan dalam manifestasi sebagai setengah purusa dan pradana. Kedudukan purusa disimbolkan dengan Siwa, sedangkan pradana disimbolkan dengan Dewi Uma. Di dalam proses penciptaan, Siwa memerankan fungsi maskulin, sedangkan Dewi Uma memerankan fungsi feminim. Tiada sesuatu apapun akan tercipta, jika kekuatan purusa dan predana tidak menyatu. Penyatuan kedua unsur itu diyakini telah memberikan bayu bagi terciptanya berbagai mahluk dan tumbuhan yang ada.

Makna simbolis dari konsep Ardanariswari itu, kedudukan dan peranan perempuan satara dan saling melengkapi dengan laki-laki, malahan dimuliakan. Tidak ada alasan serta argumentasi teologis yang menyatakan bahwa kedudukan perempuan berada di bawah laki-laki. Itu sebabnya dalam berbagai sloka Hindu dapat ditemukan aspek yang menguatkan kedudukan perempuan di antara laki-laki.  Dalam sloka Manawa Darma Sastra disebutkan:
Jamayo yani gehani,
Capantya patri pujitah,
Tani krtyahatanewa,
Winacyanti samantarah (MDS, III,58)
Arti:
Rumah dimana perempuannya tidak dihormati sewajarnya,
Mengucapkan kata-kata kutukan
Keluarga itu akan hancur seluruhnya
Seolah-olah dihancurkan oleh kekuatan gaib
Kutipan sloka di atas menunjukkan bahwa perempuan dalam teologi Hindu bukanlah tanpa arti. Malahan ia dianggap sangat berarti dan mulia, sebagai dasar kebahagiaan rumah tangga. Dalam Yayurveda dijelaskan bahwa perempuan adalah perintis, orang yang senantiasa menganjurkan tentang pentingnya aturan dan ia sendiri melaksanakan aturan itu. Perempuan adalah pembawa kemakmuran, kesuburan, dan kesejahteraanbagi keluarga. Substansi dari sloka di atas juga menunjukkan perempuan adalah makhluk Tuhan yang memiliki kompleksitas peran dan kemuliaannya sendiri [religius, estetis, ekonomi, maupun sosial]. Di balik kelembutannya, perempuan juga memiliki kedasyatan yang dapat dipahami melalui epos besar Ramayana, Mahabarata, dan kisah mencengangkan musnahnya kota Dwarawati akibat kutukan Gandhari. Demikian pula dalam Canakya Nitisastra [I.17] disebutkan:
Wanita dibandingkan laki-laki dua kali lebih kuat nafsu makannya,
Empat kali lebih malu,
Enam kali lebih berani,
hendaknya diingat nafsu kelaminnya delapan kali lebih kuat,
Besarnya peran istri dalam pembentukan keluarga bahagia dan sejahtera, menyebabkan istri tidak semata-mata dimaknai sebagai seorang perempuan yang melahirkan, tetapi mereka yang mampu memberikan ‘keteduhan’ bagi keluarganya. Oleh karena itu, dalam Canakia Niti Sastra, V.23 disebutkan:
Rāja patnī guroh patnī
mitra patnītathaiva ca
patnī mātā svamātā ca
pañcaitā mātarah smrtāh   
Artinya, istri raja, istri guru, istri teman, ibu mertua, dan ibu sendiri semuanya disebut sebagai Ibu. Mengapa istri raja dianggap sebagai ibu, karena seorang istri raja seharusnya tidak saja melindungi anak-anaknya dan keluarganya sendiri, tetapi melindungi semua rakyat yang ada di wilayah kekuasaannya. Sikap seorang ratu menyayangi seluruh rakyat seperti menyayangi anak-anaknya sendiri, menempatkan dia harus diperlakukan dan dihormati sebagai ibu.  Istri guru juga harus diperlakukan sebagai ibu, karena istri guru itu identik dengan sang guru yang telah membuat kita semua menjadi melek uruf, berpengetahuan, dan memiliki eksistensi dalam kehidupan ini. Teman yang dimaksud dalam makna ini mereka yang setia dalam suka dan duka, orang yang dapat dipercaya,  bukan mereka yang dekat ketika kita sedang berkuasa dan menjauh ketika kita sedang mengalami duka nestapa. Istri teman yang mampu melaksanakan peran seperti itu harus dianggap sebagai ibu.  Mertua adalah ibu dari istri atau suami, karena itu kedudukannya harus disamakan dengan ibu yang melahirkan kita sendiri. Keduanya harus diperlakukan dan dihormati ibarat seorang Dewi yang telah memberikan kebahagiaanya bagi keluarga. Pengertian ibu seperti tersebut di atas menempatkan seorang perempuan harus mampu memerankan sejumlah tugas bagi anak-anak, suami, mertua, dan lingkungan yang lebih luas. Dalam kaitannya dengan peranan yang lebih khusus, yaitu sebagai ibu sekaligus istri maka ia harus mampu memerankan diri sebagaimana dinyatakan dalam sloka Rgveda VII,33,19 berikut  Stri hi brahma babhuvitha artinya wanita sesungguhnya adalah seorang sarjana dan pengajar.

Kutipan di atas begitu sarat dengan kewajiban, tetapi ada satu hal yang ditekankan betul dalam kaitannya dengan peranan wanita, yaitu kesetiaan. Seorang ibu dan atau istri nampaknya dituntut kesetiaannya sebagaimana dinyatakan pula pada sloka berikut.
Pānigrāhasya sādhivīstrī
jiwato vānirtasya vā
patilokamabhīpsantī
nālaret kiurcidapriyain  (MDS,V,156)
Artinya:
Seorang istri yang setia, yang ingin tinggal bersama terus
dengan suaminya sampai nanti setelah ia meninggal,
tidak melakukansesuatu yang menyakiti hati orang yang mengawininya, apakah dia masih hidup atau sudah mati.
Kokilānāni svaro rūpani
Nārī rūpain patipratain
Vidyā rūpain kurūpānāin
Ksamā rūpain sapasvināin
Artinya:
Burung tekukur menjadi indah karena suaranya,
Seorang istri menarik karena kesetiaannya kepada suami,
Orang yang rupanya buruk menjadi menarik karena ilmu pengetahuannya,
dan karena sifat pengampun pendeta menjadi menarik.

Sloka-sloka di atas mempertegas bahwa seorang ibu dan istri seharusnya mampu memelihara dan memegang teguh kesetiaannya. Hanya dengan itu ia akan mampu mewujudkan kebahagiaan sebagaimana dinyatakan dalam Canakia Niti Sastra sloka V, 9 maupun dalam Canakia Niti Sastra sloka II,4 berikut.
Vittina raksyate dharmo
Vidyā yogina raksyate
Nirdanā rakșyate bhūpah
Sat striyārakșyate grham
Artinya
Agama dipelihara dengan harta, ilmu pengetahuan Veda
Dipelihara dengan memperaktekan Yoma, Niyama, dan
Lain-lain cabang Yoga. Raja dipelihara dengan kata-kata
Menyenangkan, rumah tangga dipelihara oleh istri yang utama.
Te putrā ye pitur  bhaktāh
sa pitā yastu posakah
tain mitrain yatra visvāsah
sa bhārya yatra nirvrsih
Artinya
Yang disebut putra adalah mereka yang bakti kepada bapak
Yang disebut bapak, dia yang menanggung anak-anaknya
Yang disebut teman dia yang memiliki rasa percaya dan bisa dipercaya,
dan seorang istri adalah dia yang selalu memberikan kebahagiaan.
Salah satu sastra yang menarik untuk dicamkan oleh kita semua agar seorang wanita mampu menjadi ibu dan istri yang baik adalah sebagai berikut.
Brahman sampūjyate rājā
brahman sampūjyate dvijah
bhraman sampūjyate yogi
bhramati stri vinaśyati  (C.N.S., VI,4)
Artinya
Raja yang selalu mengadakan perjalanan dipuja dan dihormati,
Para Pendeta yang mengadakan perjalanan keliling dipuji dan dihormati.
Yogi yang mengembara amat dihormati,
Tetapi kalau wanita keliling dan berjalan-jalan, pasti mengalami kehancuran.
Rubdhānāni yācakah śatrur
mūrkhānāni bodhako ripuh
jāra strināni patih śatrur
corānāni candramā ripuh  (C. N. S., X,6)
Artinya
Pengemis adalah musuh bagi si pelit
Orang bijaksana adalah musuh bagi orang-orang bodoh
Istri-istri binal adalah musuh bagi para suami, dan
Bagi pencuri musuhnya bulan.
III Peran Pihak Lain dalam Pembentukan Keluarga Bahagia
Peranan istri dalam mewujudkan keluarga bahagia dan sejahtera tidak akan terwujud begitu saja, tetapi harus dibentuk oleh pihak lain secara bersama-sama. Suami, anak, keluarga, dan lingkungan juga akan memberikan kontribusi terhadap terbentuknya kondisi demikian. Oleh karena itu, setiap suami dan anggota keluarga lainnya harus mampu ikut menciptakan agar wanita senantiasa hidup dengan perasaan senang, senantiasa wajahnya berseri-seri. Hanya dengan kondisi demikian keluarga itu akan diberikan kedamaian, keteduhan, dan pada akhirnya kebahagiaan sejati, sebagaimana dinyatakan dalam sloka-sloka Manawa Dharmas Sastra berikut.
Striya tu rocamanayam,
Sarwam tadrocate kulam,
Tasyam twarocamanayam,
Sarwamewa na rokate  (MDS, III,62)
Artinya
Jika sang istri selalu berwajah berseri-seri,
Seluruh rumah akan kelihatan bercahaya
Tetapi jika ia tidak berwajah demikian
Semuanya akan kelihatan suram. 
Jamayo yani gehani,
Capantya patri pujitah,
Tani krtyahatanewa,
Winacyanti samantarah (MDS, III,58)
Artinya
Rumah dimana wanitanya tidak dihormati sewajarnya,
Mengucapkan kata-kata kutukan
Keluarga itu akan hancur seluruhnya
Seolah-olah dihancurkan oleh kekuatan gaib.

Arti sloka di atas sangat sederhana, namun memiliki makna yang dalam, karena setiap anggota keluarga senantiasa diwajibkan agar mampu memelihara ibu, istri, dan wanita yang ada dalam keluarga itu hidup dengan perasaan senang. Hindari mengeluarkan kata-kata yang membuat pihak lain merasa sakit hati, berduka secara mendalam, dan sedih. Penekanan ini juga bermakna untuk menghindari tindakan yang bersifat fisikal, yang menyebabkan orang merasa sakit (ahimsa). Dan satu hal yang juga tidak kalah penting adalah memberikan penghargaan kepada wanita pada saat-saat yang tepat sebagaimana diamanatkan dalam sloka Manawa Dharma Sastra berikut.
Tasmādetāh sada pūjya
bhūsānaccha danā sanaih
bhūti kāmair narair mityam
satkāresūtsa vesu ca  (MDS,III,59)
Artinya
Oleh karena itu, orang yang ingin sejahtera harus selalu
Menghormati wanita pada hari raya dengan memberi hadiah perhiasan, pakaian, dan makanan.
Memberi hadiah kepada ibu dan istri pada saat hari raya adalah tindakan yang dapat memuliakan hidup, baik bagi diri sendiri (yang melakukannya) maupun kepada keharmonisan keluarga secara keseluruhan. Besaran hadiah bukan menjadi ukuran, melainkan keiklasan memberi tersebut menentukan kualitas pemberian. Karena itu wanita juga tidak boleh terlalu pamrih, wanita harus bisa merasa puas dengan apapun jenis dan kuantitas yang diberikan sebagaimana dinyatakan oleh sloka berikut.
Yasya putro vasibhūto
Bhāryā chandāmugāmim
Vibhave yasca santusta,
Tasya svarga ihaiva hi  (C.N.S., II,3)
Artinya
Kalau seorang anak bhakti kepada orang tua,
Sang istri penurut, merasa puas terhadap harta benda yang dimiliki,
sebenarnya kesenangan Surga dinikmati oleh orang tersebut di dunia ini.
Semua hal-hal yang saya sampaikan di atas, tidak dengan serta merta akan dapat dicapai oleh setiap orang dalam waktu seketika. Proses ini memerlukan waktu dan kemauan untuk melaksanakannya. Tapi yang tidak kalah pentingnya adalah kemauan untuk saling memahami satu dengan yang lain. 

IV. Penutup.

Demikian beberapa hal yang dapat saya sampaikan pada acara pembinanan keluarga sukinah, semoga bermanfaat.

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar