Membangun Dharmabudi
Oleh:
Ida Bagus Gde Yudha Triguna,
Universitas Hindu Indonesia,
(Dharmasanti Kota Denpasar, 18 Mei 2016)
Om Swastiastu,
Sebelum saya memulai dharmawacana ini, marilah kita menundukkan kepala sejenak, untuk mendoakan Ida Pedanda Made Gunung-pengelingsir kita, yang telah lebar tadi pagi, disertai harapan semoga Ida Among Ring Acintya.
Sebelum saya memulai Dharma wacana ini, ijinkan saya mengucapkan Selamat Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Icaka 1938 kepada Umat sedharma disertai harapan semoga kita senantiasa diberikan kedamaian (shanti) dan kesejahteraan (jagaditta). Mengapa saya memberi penekanan kepada kata damai (shanti, artinya “semoga damai atas karunia Hyang Widhi), karena pelaksanaan Hari Raya Nyepi disamping bertujuan melakukan upacara ruwatan bumi (bhuwanaagung), ia sesungguhnya bertujuan melakukan ruwatan diri (bhuwana alit). Ruwatan pada kedua dimensi ini bertujuan untuk menjadikan Manusia seimbang menata dirinya, dalam berpikir, berkata, dan berbuat dalam hubungannya denga lingkungan dimana ia berada.
Bapak Wali Kota Denpasar dan Hadirin yang saya muliakan,
Pustaka Upanishad (Brihadaranyaka dan Chandogyo Upanishad) mengatakan: “Idam Wa Agra Naiwa Kincid Asit, Sad Ewa Saumya Idam Agra Asit Ekam Ewa Adwitya” artinya, sebelum diciptakan, alam ini kosong, sebelum alam diciptakan yang ada hanya Hyang Widhi, mahaesa tida ada duanya”. “Brahma-Anda” (telor Hyang Widhi) melalui tapa-NYA menghasilkan kekuatan kejiwaan dan kebendaan. Pertama timbul Cita (alam pikiran, yang sudah dipengaruhi oleh Triguna, satyam, rajah, tamah), kemudian timbul Buddhi (naluri), kemudian Manah (akal dan perasaan), lalu muncul Ahangkara (rasa keakuan), Dasa Indria (sepuluh sumber indria, yang dibagi atas Panca Budhi Indria, yaitu Srota-pendengar, Twak-perasa, Caksu-penglihatan, Jihwa-pengecap, Ghrna-pencium), sedangkan lima lainnya disebut dengan Panca Karma Indria, yaitu Wak-pengerak mulut, Pani-penggerak tangan, Pada-penggerak kaki, Payu-kelepasan, dan Upastha-kemaluan). Jika semuanya disinergikan, maka lahirlah Manusia yang memiliki Cita, Budhi, dan Ahangkara (membentuk watak budhi seseorang), Dasendriya membentuk indriyanya, dan Panca Tan Matra serta Panca Maha Bhuta membentuk badan manusia atau mahluk lainnya.
Hadirin dan Umat Sedharma yang berbahagia,
Mengapa saya mencoba menjelaskan mengenai penciptaan Manusia ? Karena Nyepi sebagai momentum ruwatan diri, memberikan pesan dan perintah moral agar umat Hindu di manapun berada, harus menyadari bahwah idup ini dari menit ke menit, hari ke hari dalam setahun Icaka, semestinya diisi dengan usaha untuk mengasah kepekaan budhi dan dasendriya kita, agar hidup ini lebih positif dan kreatif, menjadi manusia dharma budi. Umat Hindu harus bias menjadi pemimpin untuk dirinya, memiliki impian besar untuk memotivasi dan mengendalikan dirinya (David J. Schwartz dalam The Magic of Thinking Success, 2011), sehingga menjadi orang yang dapat dipercaya (Stephen M.R. Covey dan Rebecca R. Marrill, dalam The Speed of Trust, 2006).
Cara terbaik membangun atau memulihkan kepercayaan adalah dengan membuat dan memelihara komitmen, yang paling kecil sekalipun. Kepercayaan selalu membawa hasil akhir, yaitu Kecepatan dan Biaya [”dunia sedang berubah dengan sangat cepat, bukan yang besar mengalahkan yang kecil, melainkan yang cepat mengalahkan yang lambat”, Rupert Murdoch, Dirut News Corporation]. Hari Raya Nyepi adalah momentum menjadi Manusia yang dipercaya (Trust). Manusia yang dipercaya hanya akan lahir jika kita mampu membuktikan diri kita, mengamalkan yang anda sendiri ajarkan. Konsisten luar-dalam. Bukan saja mengajarkan kebenaran, tetapi juga memberikan kesan yang benar [“Siapapunyang ceroboh dengan kebenaran dalam hal-hal kecil, tidak mungkin dipercaya dalam hal-hal yang besar”, Albert Einstein].
Hari Raya Nyepi adalah saat-saat manusia Hindu membangun konsistensi antara yang dipikirkan, dirasakan, diucapkan, dan dilakukan atau dalam terminologi Hindu disebut Tri Kaya Parisuda. [“Kehidupan saya adalah suatu keutuhan yang tidak mungkin dibagi dan kegiatan saya berbenturan satu sama lain”, Mahatma Gandhi].
Hari Raya Nyepi mengajarkan kepada kita untuk selalu mengasah kerendahan hati, lebih mementingkan apa yang benar dari pada menjadi benar. Dalam Nitisatakam dinyatakan:
‘Busana’ kekayaan adalah keramahan,
‘Busana’ orang kuat adalah ucapan halus,
‘Busana’ pengetahuan adalah kedamaian,
‘Busana’ orang yang belajar buku-buku suci adalah kerendahan hati,
‘Busana’ tapa tidak lekas marah,
‘Busana’ orang besar adalah sifat pemaaf,
"Keindahan dharma adalah tidak mencela agama orang lain.
Hari Raya Nyepi melatih keberanian, karena keberanian untuk melakukanhal-hal yang benar termasuk unsur integritas yang dapat membengun kepercayaan terhadap diri kita. Keberanian berkaitan dengan penegasan prinsip-prinsip abadi, mengangkat orang lain, dan menjadikan kehidupan lebih baik bagi semua orang [“Keberanian adalah kualitas manusia yang pertama, karena akan menentukan kualitas lainnya”, Wiston Churchill].
Akhirnya, Hari Raya Nyepi menjadi medan pembelajaran bagi untuk membangun niat yang baik. Mengapa kita mematikan lampu, mengapa kita tidak bepergian, mengapa kita melakukan upawasa, jagra atau monobrata ? Kalau motifnya kepedulian dan komitmen yang lascarya (tulus), maka akan menginspirasi kepercayaan (trust) dan ini adalah modal bagi perilaku yang dipercaya.
Bapak Wali Kota Denpasar dan Umat Hindu yang saya banggakan,
Jika kita sebagai umat Hindu mampu mengendalikan ”musuh” dalam diri kita dan mampu membangun kepercayaan di mata orang lain melalui berpikir, berkata-kata, dan bertindak dengan baik, maka saya yakin bahwa di manapun kita hidup kita akan mampu menjadi manusia damai, baik untuk diri dan lingkungannya. Kedamaian (shanti) akan menjadi modal dasar bagi terciptanya kesejahteraan (Jagaditta). Bagaimana anda akan diterima bekerja di instansi dan perusahaan, jika tidak mampu mengendalikan konsistensi luar-dalam, rendah hati, berani, dan kreatif. Oleh karena itu, mari kita ruwat diri (bangkitkan diri) untuk senantiasa bersih, senantiasa dinamis, dan berkelanjutan sebagaimana makna tersirat dari pelaksanaan Hari Raya Nyepi. Svaha.