Memberi, Tidak Akan Pernah Kehilangan !
Ida Bagus Gde Yudha Triguna,
Universitas Hindu Indonesia,
(Palu, 2015).
Seorang sahabat meneruskan BBM yang berisikan kisah, yang menurut hemat saya baik diteruskan dan disampaikan sebagai sesuatu yang jenaka, sesuatu yang dapat membuat kita semua tersenyum, sambil mencernah nilai-nilai baik yang hendak diteruskan dalam pesan itu. Isi BBM itu sebagai berikut. Ada Seorang kaya yang mempunyai 19 ekor kerbau, dan memiliki 3 orang anak. Menjelang ajalnya, Sang ayah hendak membagikan warisan kepada ketiga anaknya dengan (semacam) wasiat sebagai berikut: ½ untuk anak yang pertama, ¼ untuk anak kedua, dan 1/5 untuk anak ketiga.
Setelah Sang ayah meninggal, ketiga anaknya membagi kerbau sesuai dengan wasiat yang ada, tetapi mereka menemukan keganjilan, bahwa masing-masing dari mereka mendapatkan bagian kerbau yang tidak utuh. Anak pertama, sesuai wasiat mendapatkan ½ x 19 ekor, maka ia mendapatkan 9,50 ekor; anak kedua, sesuai dengan wasiat memperoleh ¼ x 19 ekor, maka ia mendapatkan 4,75 ekor; sementara untuk anak ketiga memperoleh 1/5 x 19 ekor, maka memperoleh bagian 3,8 ekor. Masing-masing tidak mau mengalah, dan masing-masing pula menginginkan memperoleh bagian kerbau yang utuh. Kengototan masing-masing anak untuk memperoleh bagian yang utuh, telah memicu pertengkaran di antara mereka. Masing-masing krodda, padahal semuanya belajar agama, nyastra, dan hidup berkecukupan. Puncaknya, tidak hanya perselisihan, tetapi perkelahian, yang didengar oleh para tetangga, khususnya tetangga terdekat. Kabar pertengkaran anak-anak orang kaya yang diwarisi harta, didengar pula oleh tetangga jauh yang kondisi ekonominya tidak lebih baik dari mereka yang bertengkar. Akhirnya bapak itu menemui mereka yang bertengkar, malahan berkelai karena pembagian, dengan tulus dan iklas menawarkan 1 (satu) kerbau peliharaannya untuk diambil. "Nak, bapak ini temen bapakmu. Bapak tahu bagaimana kedua orang tuamu bekerja mengumpulkan apa yang ada sekarang. Sebagai teman, Bapak tidak ingin melihat anak-anak dari sahabat bapak, bertengkar dan berkelahi untuk urusan harta. Oleh karena itu, bapak memiliki 1 (satu) ekor kerbau, silahkan ambil semata-mata untuk menghindari agar kalian tidak saling berkelahi, apalagi sampai memutuskan hubungan persaudaraan di antara kalian"!
Anak-anak itu setuju menerima pemberian Bapak yang hanya memiliki 1 ekor kerbau, sehingga mereka kemudian memiliki 20. Dengan jumlah itu, mereka kemudian memulai membagi sesuai wasiat yang ditinggalkan ayahnya. Anak pertama mendapatkan ½ dari 20 ekor kerbau, maka ia memperoleh 10 ekor kerbau; anak kedua, sesuai dengan wasiat mendapatkan ¼ dari 20 ekor, maka ia memperoleh 5 ekor kerbau; dan sedangkan anak ketiga yang memperoleh 1/5 bagian sesuai wasiat, mendapatkan 1/5 x 20 ekor kerbau, maka ia mendapatkan 4 ekor. Dari pembagian yang dilakukan, maka jumlah kembau yang terbagi secara utuh sebanyak 19 (10+5+4) ekor, dan masih tersisa satu ekor lagi. Disepakatilah untuk satu yang masih tersisa dikembalikan kepada Bapak yang dengan lascarya telah bersedia memberi. Ternyata dengan memberi, kita tidak akan pernah kehilangan apa yang menjadi milik kita.
Apa yang dapat dipetik dari cerita di atas, bahwa memberi yang dilandasi dengan sikap lascarya adalah dana punya utama. Secara morfologis kata “dana-punya” (bahasa Sansekerta) terdiri atas dua buah kata, yaitu kata “dana” dan “punya”. “Dana” berarti pemberian, sedekah, donasi (donation alms), sedangkan “punya” (dibaca punia) berarti simpanan, kebaikan yang dicapai melalui perbuatan baik (store of merit earned through good deeds). Jadi “dana-punya” berarti suatu pemberian atau sedekah (baik berupa material maupun non material) yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang atau lembaga yang patut menerimanya pada saat yang tepat berdasarkan nilai-nilai kesucian seperti yang dianjurkan oleh ajaran Hindu. Oleh karena itu, jelas sekali pelaksanaan dana-punya merupakan investasi kebaikan yang akan dinikmati kelak baik semasa hidup maupun di alam niskala. Semakin sering seseorang mengadakan dana-punya, maka semakin banyak tabungan kebaikan yang akan dinikmati kelak. Itulah sebabnya penggunaan kata “dana” sering digandengkan dengan kata “punya” sehingga menjadi kata majemuk “dana-punya”.
Dana-punya mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Hindu, khususnya dalam tatanan etika dan moral sebagai realisasi dari sraddha dan bhakti. Dana-punya mempunyai dimensi vertikal dan horisontal. Secara vertikal pelaksanaan dana-punya mengandung kesadaran manusia akan adanya kekuatan yang maha besar yang ada di setiap mahluk hidup, sebagai penyebab dari segala yang ada di alam semesta ini. Kesadaran ini membawa manusia semakin dekat dengan sumber penyebabnya yang utama, yaitu Paramaatma. Oleh karena itu, ia selalu merindukan untuk selalu dapat bertemu, bersatu dan berkomunikasi dengan asal-muasalnya. Secaha horisontal membawa kesadaran bahwa manusia adalah bagian dari lingkungan fisik maupun non fisik. Kesadaran ini melahirkan suatu pemahaman bahwa alam semesta ini sesungguhnya adalah wujud dari pada Yang Tunggal, Penyebab Utama. Melayani dan membantu sesama mahluk hidup sesungguhnya adalah melayani Tuhan Yang Maha Esa. Mengacu kepada kitab suci Bhagavidgita Bab III, Sloka 24-3, dana-punya dapat juga berupa pengendalian indria atau hawa nafsu, tapa, brata, perbuatan baik, amal-sedekah dan ilmu pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari hal ini dapat dijabarkan dalam banyak hal, misalnya:
a. Menerima tamu dengan ramah, hangat dan sopan, sehingga tamu merasa senang dan dihormati;
b. Mengajarkan atau menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada orang lain;
c. Menunjukkan jalan yang benar dan memberi nasihat kepada orang lain;
d. Menghibur hati orang yang sedang ditimpa musibah atau penderitaan;
e. Memberi pertolongan kepada seseorang yang sedang dalam keadaan berbahaya;
f. Membantu orang yang lemah, sakit, atau buta menyeberangkan jalan atau sungai;
g. Memberi informasi yang benar atau memberitahukan kabar yang benar kepada seseorang;
h. Membersihkan atau memperbaiki tempat-tempat umum, misalnya saluran air, taman, jalan, tempat ibadah, dsb.
Singkatnya adalah perbuatan yang baik yang bermanfaat bagi orang lain sebagai wujud pelayanan kita kepada Tuhan dan semua yang kita lakukan dengan iklas akan kembali dalam bentuk merta utama. Dengan demikian, jangan pernah takut memberi karena tidak akan pernah hilang serta bersyukurlah dalam segala keadaan ! Svaha.