Skip to main content

Rendah Hati dan Kesuksesan

Oleh:
Ida Bagus Gde Yudha Triguna, 
Universitas Hindu Indonesia, 
(Gatot Subroto, Senen, 23 September 2019).

“Tidak semua orang mampu menerima sesuatu yang pahit, misalnya kalah dalam suatu kompetisi. Padahal, penyahir kenamaan asal Inggris Alfred Tennyson pernah berkata, "Kerendahan hati adalah Kebajikan Tertinggi, ibu dari segala hal". Demikilan pula, sebuah studi baru juga menekankan bahwa  rendah hati dapat membantu meningkatkan kualitas kehidupan. Peneliti itu adalah Psikolog Pelin Kesebir dari London Business School menjelaskan "Kerendahan hati melibatkan kesediaan untuk menerima batas diri dan cakupannya dalam skema yang lebih besar. Menurut Kesebir, "orang yang rendah hati lebih mampu mengatasi kecemasan tentang kematian mereka. Bagi seorang pemimpin, sikap rendah hati akan membuatnya disukai sehingga membuatnya lebih efektif dalam bekerja”.

Rendah hati adalah nilai yang dibutuhkan dalam  hidup dan kehidupan. Itulah sebabnya di dalam sloka 308 Sarasamuccaya (terjemahan bergambar, GunGun): "dinyatakan bahwa orang sadhu juga disebut upagama, selalu merendah karena banyaknya kepandaian dan pengetahuannya, seperti halnya padi yang merunduk karena berat buahnya atau bagai dahan pohon yang merunduk karena buahnya lebah" sebagai berikut.
"Yatra yatha prakstanam
Ksetranam sasyasampadah,
Cakha ca phalabharene namrah
Sadhustatha tatha.
Lebih lanjut dalam sloka 309 Sarasamuccaya terjemahan bergambar,  disebutkan pula bahwa "sifat-sifat orang yang rendah hati (sadhu), tidak pernah menggunjingkan kesalahan orang lain; tidak membicarakan seseorang di belakang orangnya; pasti membantu orang lain yang sedang menderita; dan suka melindungi dan kasihan pada orang minta pertolongan. Dan oleh karena sifat-sifatnya itu maka patutlah orang seperti itu diladeni dengan baik", sebagai berikut.
Prastato na wijalpanti dinam,
Abhyuddharanti ca,
Samwasannawamanyantesewya
Rajendra sadhawah.
Mengapa sifat rendah hati demikian penting ? Sifat rendah hati akan memberikan identitas positif terhadap orang itu, dia cenderung dinilai lebih etik; lebih mampu menunjukkan kematangan emosional; sifat rendah hati juga mampu mendorong seseorang untuk lebih sabar; dan sifat rendah hati merupakan nilai hakiki yang dibutuhkan dalam membangun hubungan dan jejaring sosial, sebagaimana dinyatakan dalam tesis  Morris dan Tolman (2014).

Dalam Mahaprasthanika Parwa (Parwa ke 17), disebutkan dengan jelas hukumnya bagi mereka yang tidak bisa membangun sifat rendah hati. Sebutlah mengapa Dewi Kunti menemui ajal lebih dulu dibandingkan saudara Pandawa? Oleh karena Dewi Kunti lebih mencintai Arjuna ketimbang suami lainnya. Disinilah ia menerima pahala dari kecendrungan hatinya itu, kata Yudistira". Dalam perjalanan berikutnya, Sahadewa, yang muda dan cerdas terhempas dan gugur. Bhima kemudian bertanya kepada Yudistira mengapa Sahadewa, putra Madrawati ini gugur di sini ? Yudistira kemudian menjelaskan bahwa Sahadewa dengan kecerdasannya telah terlalu menonjolkan kecerdasannya sendiri ! Ia acapkali mengabaikan pendapat orang lain. Setelah melanjutkan perjalanan, tiba-tiba Nakula terjerembah jatuh ke dalam jurang yang sangat dalam. Bhima bertanya lagi, mengapa adik kita Nakula harus menemui ajalnya di tempat ini, bukankah ia anak yang adil dan tak tercela ? Benar Bhima, "Nakula adalah sosok yang sangat adil dan selamanya membela kebenaran, dia tergolong manusia utama dan cukup cerdas", tetapi ketahuilah Bhima, Nakula selamanya sangat membagakan ketampanannya, ia menjadi angkuh dan takabur. 

Melihat dua adik-adiknya (Sahadewa dan Nakula) telah gugur, tubuh Arjuna lemas dan lunglai. Ia tidak mampu lagi mengikuti perjalanan Yudistira dan Bhima. Ia ambruk ke tanah dengan hati yang sangat pilu.  Arjuna, Sang Pahlawan yang memiliki kekuatan yang sangat hebat sebanding dengan kekuatan Sakra, namun kini Ia tidak berdaya dan gugur. Bhima bertanya: "kakak seingatku, tidak sekalipun adik kita yang hebat ini pernah mengucapkan kepalsuan, dalam senda gurau sekalipun", mengapa Ia harus gugur di tempat ini ? Kemudian Yudistira menjawab: adikku Bhima, ingatkan kamu ketika Arjuna sesumbar bahwa Ia akan menghancurkan semua musuh-musuhnya dalam jangka satu hari, tetapi janjinya tidak mampu Ia penuhi. Ia angkuh dengan memandang rendah ahli-ahli panah lainnya. Orang yang menginginkan kesantausaan tidak boleh bersikap demikain". Dengan sepeninggal Drupadi, Sahadewa, Nakula, dan Arjuna, maka perjalanan dilakukan berdua dengan diikuti seekor anjing. 

Tidak berapa lama, Bhima pun lunglai, langkahnya tertatih-tatih, namun tetap bersemangat untuk mencapai puncak gunung Mahameru. Bhima, putra Bayu ternyata tidak mampu lagi melanjutkan perjalanannya menuju puncak Mahameru. Namun sebelum terhempas, Bhimapun bertanya kepada Yudistira mengapa Ia harus menyerah dan tidak mampu melanjutnya perjalanan menuju pucak Mahameru ? Setelah terdiam sejenak, Yudistira berkata: "Dinda terlalu mementingkan makan dan seringkali membanggakan tubuh yang dinda miliki"!

Kerendahan hati dalam konteks ini seharusnya diarahkan pada  sikap dan tindakan berkeadilan, tidak sombong dalam hal kepintaran, kecantikan/ketampanan, tidak angkuh, dengan menganggap rendah orang lain bodoh, tidak menonjolkan kehebatan fisik dan tidak menghumbar nafsu makan. Semoga ikmah perjalanan keluarga Pandawa dalam Mahaprasthanika Parwa (Parwa ke 17) di atas, dan temuan penelitian maupun pandangan para ahli Sastra, dapat menjadikan diri kita membangun sikap dan perilaku rendah hati bukan rendah diri. Rendah hati menjadi salah satu modal dasar dalam memenangkan "pertarungan' pada kini dan masa yang akan datang. Svaha.

















Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar