Sat, Cit, Ananda dan Festival Seni Keagamaan
![]() |
Foto: Koleksi Pribadi Yudha Triguna (2011). |
Oleh:
Ida Bagus Gde Yudha Triguna,
Universitas Hindu Indonesia,
(Sangrila Surabaya, 18 September 2019).
Hari ini, tanggal 18 September 2019, pukul 06.00 Wib pintu kamar hotel dibuka oleh anak asuh kami, Arris Dwi Setia, semacam SOP untuk menanyakan keperluan kecil yang dibutuhkan, tetapi pagi itu kemudian diisi dengan diskusi ringan mengenai Festival Seni Keagamaan Hindu ke-3 yang dilaksanakan dari tanggal 17-21 September 2019 di Hotel Sangrila Surabaya. Saya bertanya kepada saudara Arris, apakah kamu tahu mengapa Festival Seni Keagamaan (FSK) diadakan ? Ia hanya menunggu jawaban saya, sekaligus berharap agar saya meneruskan obrolan tentang tentang FSK.
Begini Arris, ketika saya dilantik menjadi Dirjen Bimas Hindu 21 Juni 2006, di Direktorat Jenderal Bimas Hindu hanya ada satu kegiatan nasional, yaitu Temu Karya Ilmiah (TKI), yang segmennya diperuntukkan bagi Perguruan Tinggi, di dalamnya menyasar mahasiswa dan dosen. Mengapa ini dilakukan ? Karena di Ditjen Bimas Hindu hanya mengelola pendidikan tinggi, sementara di tingkat dasar-menengah kita tidak memiliki sekolah formal di bawah Kemenag atau Ditjen Bimas Hindu. Atas alasan itu, secara formal Ditjen hanya bertanggungjawab terhadap pendidikan tinggi. Terus mengapa ada kasubdit pendidikan dasar dan menengah ? Apa tugasnya ? Awalnya tugasnya abu-abu, hanya mengurus pasraman yang juga tidak terlalu banyak. Belakangan dengan terbitnya UU Sesdiknas yang mengharuskan Guru (Agama) berpendidikan S1 dan atau D4, maka dua kasubdit ini memiliki tugas lebih jelas, yaitu meningkatkan kualifikasi Guru Agama se Indonesia yang belum memiliki kualifikasi S1 dan atau D4, segera memiliki kualifikasi sesuai aturan dalam sesdiknas. Kasubdit pendidikan dasar dan menengah kemudian punya "proyek", pertama penyetaraan peningkatan kualifikasi, peningkatan mutu dan jenjang GAH hingga mencapai derajat pendidikan S2, kegiatan sertifikasi GAH, dan terakhir dibuatkan kegiatan Jambore Pasraman. Kegiatan Jambore Pasraman diarahkan untuk murid pendidikan dasar dan menengah, walaupun saat itu kita belum memiliki sekolah formal. Secara psikologi dan sosisologis, kami beranggapan bahwa harus ada kegiatan yang berfungsi menguatkan aspek psikologis dan identitas anak-anak Hindu, khususnya di daerah yang sangat minim. Mereka harus bisa melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Hindu walaupun di Aceh jumlahnya sedikit, tetapi di Lampung, di Palu, dan Kendari, di Jawa Tengah maupun di Jawa Timur jumlahnya relatif lebih banyak, apalagi jika dibandingkan dengan di Bali dan Lombok. Oleh karena itu, siswa di Aceh bisa merajut komunikasi, menimba informasi, dan memperluas wawasan mereka, bergaul dengan siswa Hindu dari daerah lain, melalui satu forum dan atau kegiatan yang difasilitasi Pemerintah. Itulah sebabkan dibuatkan medianya, dibuatkan programnya, berupa kegiatan Jambore Pasraman Nasional.
Dua kegiatan yang bersifat nasional, yaitu TKI dan Jampasnas adalah dua kegiatan yang berbasis pendidikan, yakni pendidikan tinggi dan dasar-menengah yang secara tupoksinya berada di bawah tanggung jawab Direktorat Pendidikan. Lalu, tugas Direktorat Urusannya apa ? Disamping memberi bantuan pura, bantuan buku, Direktorat Urusan seharusnya memiliki kegiatan khusus yang dapat memenuhi fungsi mediator antarumat, antarlembaga keagamaan umat, dan antarwanita Hindu se Indonesia. Atas dasar logika itu, kemudian pada tahun 2011 dibuatlah program FSK I yang diselenggaran di Solo, bekerjasama dengan ISI Solo dan pawainya dibuka oleh Walikota Solo saat itu bapak Jokowi. Kemudian dilanjutkan dengan FSK ke II dilaksanakan di Yogyakarta dengan pawai di Malioboro, dan kemudian setelah enam tahun baru dilaksanakan FSK ke III di Surabaya ini. Peserta FSK dari berbagai daerah saat itu dianggap mewakili umat masing-masing daerah, karena sekaa gong adalah warga setempat (umumnya para petani), penarinya ibu-ibu yang tergabung dalam Wanita Hindu Dharma dan pembinaannya di bawah PHDI setempat. Jadi, sampai dengan ini ada dua kegiatan nasional di Direktorat Pendidikan dan satu kegiatan nasional di Direktorat Urusan, tetapi jika Dharmasanti dan atau Tawur Agung yang dilaksanakan di kompleks candi Prambanan dianggap di bawah tanggungjawab Direktorat Urusan, maka setiap Direktorat telah memiliki masing-masing dua kegiatan nasional. Untuk selanjutnya bisa dikembangkan masing-masing Direktorat menjadi tiga kegiatan nasional, sepanjang cerdik memperjuangkan anggaran.
Arris lalu bertanya, apakah kegiatan itu begitu saja dibuat untuk menghabiskan biaya atau anggaran atau apakah seluruh kegiatan itu memiliki landasan filosofi ? Arris, kegiatan itu dibuat bukan tanpa alasan, pernahkan kamu mendengar tiga tiang penyangga kebajikan dan atau dharma, yaitu Kebenaran (Satyam, Sat), kesucian (Siwam, Cit), dan kebahagian (Sundaram, Ananda). Seluruh kegiatan di Direktorat Jenderal dalam dimasukkan ke dalam tiga kerangka tiang dharma di atas. Bicara mengenai kebenaran, dalam realitasnya berbentuk program penerbitan buku-buku agama, penerjemahan buku-buku agama, baik dalam bentuk alih bahasa maupun dalam bentuk gambar adalah usaha memperkuat Satyam atau Sat. Bagaimana umat bisa meyakini kebenaran jika mereka tidak paham sumber bacaannya. Bagaimana umat paham isi dan substansi ajaran jika mereka tidak bisa membaca bahasa Sanskerta, Jawa Kuno, dan Bahasa Pali. Oleh karena itu dibuatkan kitab bergambar, agar mereka lebih mudah memahami dan mendalami tentang kebenaran. Temu Karya Ilmiah (TKI) yang dilaksanakan dalam berbagai lomba, tujuannya adalah menemukan kebenaran. Menyekolahkan para Dosen sampai jenjang pendidikan S3, pendidikan pendek ke luar negeri, serta berbagai bentuk penelitian (perseorangan maupun kelompok) semua tujuannya untuk menemukan dan memperkuat kebenaran. Sementara bantuan Siwa Karana, pengider-ider, dan bantuan pura, semuanya dilandasi oleh niat untuk menguatkan aspek kesucian (Siwam, Cit).
FSK dilaksanakan untuk menguatkan aspek kebahagiaan dan keindahan. Bantuan gambelan Bali, Jawa, dan alat kesenian setempat bertujuan membangun kebahagiaan. Manusia tidak hanya dijejali dengan aspek kebenaran dan kesucian, tetapi juga harus aspek-aspek yang dapat membahagiakannya. Aspek halus ini secara tidak disadari telah banyak memberi bukti dapat mendekatkan satu sama lain, sekalipun dalam perbedaan. Bahwa melalui Festival Seni Keagamaan, perbedaan tidak lagi dianggap menjauhkan, malahan mendekatkan rasa satu dengan lainnya. Itulah sebabnya mengapa kegiatan FSK itu diadalah, tidak lain menyeimbangkan otak kiri dengan otak kanan, menyeimbangkan antara Sat, Cit dengan Ananda. Saya seorang Bali sampai terharu melihat garapan DIY, NTT, Sulawesi Tengah, dan Lampung ketika mereka menggarap dengan menonjolkan tradisi setempat. Ternyata, seni tidak mengajarkan apreori terhadap yang lain, seni mengajarkan akan kekaguman dan keindahkan sebagai nilai penting yang harus dinikmati. Inilah landasan filosofi mengapa FSK, Jambore Pasraman dan Temu Karya Ilmiah dilaksanakan. Maksudnya jelas memperkuat leval pendidikan dasar-menengah, pendidikan tinggi, dan masyarakat umum yang difasilitasi Pemerintah sebagai tugas dan fungsinya.
FSK dilaksanakan untuk menguatkan aspek kebahagiaan dan keindahan. Bantuan gambelan Bali, Jawa, dan alat kesenian setempat bertujuan membangun kebahagiaan. Manusia tidak hanya dijejali dengan aspek kebenaran dan kesucian, tetapi juga harus aspek-aspek yang dapat membahagiakannya. Aspek halus ini secara tidak disadari telah banyak memberi bukti dapat mendekatkan satu sama lain, sekalipun dalam perbedaan. Bahwa melalui Festival Seni Keagamaan, perbedaan tidak lagi dianggap menjauhkan, malahan mendekatkan rasa satu dengan lainnya. Itulah sebabnya mengapa kegiatan FSK itu diadalah, tidak lain menyeimbangkan otak kiri dengan otak kanan, menyeimbangkan antara Sat, Cit dengan Ananda. Saya seorang Bali sampai terharu melihat garapan DIY, NTT, Sulawesi Tengah, dan Lampung ketika mereka menggarap dengan menonjolkan tradisi setempat. Ternyata, seni tidak mengajarkan apreori terhadap yang lain, seni mengajarkan akan kekaguman dan keindahkan sebagai nilai penting yang harus dinikmati. Inilah landasan filosofi mengapa FSK, Jambore Pasraman dan Temu Karya Ilmiah dilaksanakan. Maksudnya jelas memperkuat leval pendidikan dasar-menengah, pendidikan tinggi, dan masyarakat umum yang difasilitasi Pemerintah sebagai tugas dan fungsinya.
Semoga para pengambil kebijakan paham betul aspek ontologis, bagaimana seluruh kegiatan yang dilaksanakan selama ini memiliki hubungan yang saling memberi dukungan, memperkuat satu dengan yang lainnya, sehingga Hindu mampu menjadi pendukung prinsip kesimbangan tripartet antara Satyam, Siwam, Sundaran- Sat, Cit, Ananda, bukan kegiatan tanpa ideology dan komitmen moral. Keterkaitan antara Sat, Cit, Ananda ini harus disosialisasikan sampai ke level pembimas, agar dipahami dan dijadikan pedoman pelaksanaan kegiatan, sehingga mengalir dari pusat ke daerah. Svaha (Surabaya, 18 September 2019).