Skip to main content

Bhakti, Apa Itu ?


Oleh:
Ida Bagus Gde Yudha Triguna,
Universitas Hindu Indonesia,
(Jakarta, 2001).

Secara leksikal bhakti berarti kebaktian, pengikatan diri, kepercayaan, pernyataan hormat, pemujaan, kecintaan kepada yang lebih tua, kesetiaan; menyembah kepada, menghargai, memuja, setia, bakti (Zoetmulder, 1995:98). 

Bhakti adalah salah satu dari Catur Marga, empat jalan spiritual: bhakti, karma, jnana, dan raja yoga. Bhakti yoga adalah pengabdian, yakni mengabdi kepada Tuhan dengan cinta yang murni, yakni cinta yang bersifat tanpa pamrih. Mengabdi kepada Tuhan berarti melaksanakan perintah Tuhan, yakni melaksanakan swadharma “kewajiban sendiri” dengan penuh rasa cinta kasih berdasarkan wiweka jnana “pengetahuan yang benar”. Swadharma seseorang ditentukan oleh guna dan karmanya “karakter dan bakat kerjanya”. Untuk dapat melaksanakan swadharma seseorang diwajibkan untuk mengembangkan karakter dan bakat kerjanya, melalui proses pembelajaran yang disebut Catur Asrama. Brahmacari adalah asrama pertama yang mengandung makna bahwa seseorang diwajibkan mengembangkan kehendaknya untuk mengetahui Brahman. Mengetahui Brahman berarti mengetahui Satyam-Siwam-Sundharam “kebenaran-kebajikan-keindahan. Mengetahui kebenaran-kebajikan-keindahan inilah yang dimaksud memiliki wiweka jnana. Memiliki wiweka jnana dapat juga disebut mengetahui jati diri. Pengetahuan ideal ini hanya mungkin dimiliki apabila seseorang tekun melakukan tapa dan swadayaya. Melakukan tapa berarti tahan uji dan berani ber-yadnya “berkurban” demi cita-cita luhur: Jagadhita-moksa : “kesejahteraan dan kebahagiaan bersama”. Swadyaya berarti tekun dan disiplin belajar dan berusaha secara benar untuk mendapatkan Catur Purusaartha: dharma, arta, kama, moksa. Seseorang tidak mungkin melaksanakan bhakti tanpa dilandasi pengetahuan sejati. Oleh karena itu dalam Prasna Upanisad pertama-tama orang diajarkan untuk melakukan brahmacari, tapa dan swadyaya. Hanya dengan pengetahuan yang sejati seseorang dapat melaksanakan kewajiban hidup dengan penuh rasa cinta kasih atau rasa pengabdian.

Dalam Bhagawadgita (XII:13-16) dijelaskan bahwa seorang baru dapat dikatakan memiliki cinta murni apabila memiliki karakter, pengetahuan dan prilaku sebagai yang dimaksud dalam sloka sebagai berikut.
adwesta sarwabhutānām,
maitrah karuna ewa ca,
nirmamo nirahamkara,
        sama duhka sukha ksamī

  (Tidak punya kebencian pada mahluk apapun,
Yang ramah dan mempunyai rasa belas asih,
Bebas dari keakuan dan aku punya,
Sama dalam suka-duka dan penyabar).
Satustah satatam yogi,
Yatātmādrdhanicayah,
Mayy arpitamanobudhir,
Yo madbhaktah sa me priyah

(yogi yang selalu puas hati,
Menguasai diri dan teguh dalam keyakinannya,
Pikiran dan pengetahuannya diserahkan kepadaku,
        Ia adalah pengikutKu yang tercinta).
        Yasmān no  dwijate loko,
        Lokān no   dwijate ca yah,
        Harsāmarsābhayodvegair,
        Mukto yah sa ca me priyah

        (Ia yang tidak menyedihkan dunia,
        Dan tidak disedihi dunia,
        Ia yang bebas dari suka cita dan kemarahan,
        Ketakutan dan hasutan, ia juga Aku cinta).
                  Anapeksah śucir daksa,
                  Udāsino gatawyathah
                  Sarwarambha parityāgi,
                  Yo madbaktah sa me priyah
                  (Ia yang tanpa pamrih, suci, dan Jujur
                  Tidak tergoda dan melepaskan keegoisannya,
                  Pengikutku yang bhakti tercinta bagiKu).

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar